Berkeliling di Komplek Candi Ijo Sleman Yogyakarta
Candi Ijo merupakan objek wisata yang terletak di puncak bukit Ijo atau Gumuk Ijo, Desa Sambirejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Berada di ketinggian 410 meter di atas permukaan laut membuat wisatawan yang ingin mengunjungi tempat ini harus melewati jalanan menanjak. Pastikan terlebih dahulu kendaraan dalam kondisi baik dan dikendarai oleh yang sudah ahli karena selain menanjak, jalanannya juga tidak terlalu tidak terlalu baik. Bangunan candi ini berada dekat dengan Candi Ratu Boko, namun cukup tersembunyi sehingga tidak begitu ramai pengunjung.
Tempat candi ini berdiri merupakan tempat tertinggi dibandingkan tempat candi lainnya yang ada di Yogyakarta dan termasuk dalam candi Hindu. Bangunan peninggalan ini diperkirakan dibangun sekitar abad ke-9.Dalam kompleks Candi Ijo terdapat 3 candi perwara yang berjejer dari utara ke selatan dan sama-sama menghadap ke candi utama yang terpisah sendiri di bagian timur dengan posisi paling tinggi.
Candi perwara yang paling selatan berisi padmasana. Padma bisa diartikan sebagai daun teratai, padmasana adalah tempat persembahyangan umat Hindu dan untuk menaruh sesaji yang bentuknya menyerupai daun teratai, disampingnya padmasana terdapat arca nandi/ sapi. Di dalam candi perwara yang berada di tengah terdapat lingga kecil. Candi perwara di sisi utara berisi sebuah homa atau lubang besar tempat membakar sesaji. Semua candi perwara tersebut menghadap ke arah timur dan merupakan bentuk penghormatan terhadap Hindu Trimurti yakni Wishnu, Siwa, Brahma.
Lokasi Candi Ijo menurut Google Map
Candi utama dari Candi Ijo berisikan lingga yoni yang berukuran besar. Candi utama menghadap ke arah barat dan diposisi yang paling tinggi. Bagi pengunjung yang ingin mengelilingi kompleks candi terdapat larangan mengelilingi candi berlawanan arah jarum jam. Disarankan untuk memutar searah dengan jarum jam sebagai bentuk menghargai dan menjaga sopan santun. Di sekitaran bangunan candi juga terdapat berbagai prasasti yang bertuliskan mantra. Selain menikmati bangunan candi pengunjung juga bisa menikmati pemandangan yang ada di sekitar komplek candi.
Meskipun namanya adalah perbukitan ijo tempat ini tidak terlalu hijau akan tetapi pemandangan di bawahnya yang bisa Anda lihat sangatlah indah. Persawahan yang berada di perbukitan terlihat hijau dengan bentuk miring. Bukit ijo berada di timur dan menjadi batas dari Bandara Adi Sutjipto sehingga pengunjung bisa sesekali melihat pesawat terbang rendah setelah take off dan pesawat yang akan melakukan proses landing. Inilah keunikan berwisata ke candi ini, karena Anda bisa melihat peradaban manusia jaman dahulu dan peradaban manusia di era modern dalam satu tempat. Bagi Anda yang tertarik untuk mengunjungi Candi Ijo bisa datang setiap hari antara pukul 07.30-16.00 WIB dengan tarif masuk seikhlasnya, cocok bagi wisatawan yang ingin objek wisata yang hemat.
Menelusuri Kisah Komplek Makam Gunung Pring
Di Magelang terdapat sebuah desa yang bernama Gunung Pring. Desa yang berada di Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang ini diberi nama Gunung Pring karena di desa tersebut banyak ditumbuhi pring. Ketika berkunjung ke desa tersebut, Anda tidak hanya bisa melihat pemandangan pring yang tumbuh di tengah-tengah desa saja melainkan juga bisa melihat komplek makam gunung pring yang berada tepat di puncak gunung pring. Desa yang memiliki ketinggian 400 meter diatas permukaan laut ini ternyata menjadi tempat persemayaman Kyai Raden Santri yang merupakan putra dari Ki Ageng Pemanahan sekaligus wali tanah Jawa.
Jika dilihat dari sejarahnya, Kyai Raden Santri yang memiliki gelar Kanjeng Pangeran Singosari ini merupakan keturunan dari Prabu Brawijaya V. Kyai Raden Santri adalah seorang ulama yang pergi ke Jawa untuk menyebarkan agama islam. Setelah setahun menetap di Majapahit, dirinya memutuskan untuk kembali ke Campa namun sayangnya negeri tersebut telah hancur dan telah diambil alih oleh Raja Pelbegu dari Kerajaan Koci. Kyai Raden Santri pun mendapat saran dari Raja Kertajaya untuk menetap di Gresik. Beliau wafat pada tahun 1317 atau 1449 Masehi. Setelah wafatnya Kyai Raden Santri, penyebaran agama islam dilanjutkan oleh anak keturunannya hingga saat ini. Penyebaran agama islamnya dilanjutkan dengan didirikannya Pondok Pesantren Darussalam yang berada di Watucongol.
Kyai Raden Santri dan semua keturunannya dimakamkan di komplek makam gunung pring. Makam beliau termasuk makam yang kuno dan sangat kramat. Namun, makamnya justru kini menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi oleh para umat muslim diseluruh nusantara. Untuk mencapai ke komplek pemakaman tersebut Anda harus melewati anak tangga dengan jarak sekitar 1 km. Ketika sampai di kaki bukit yang merupakan akses untuk masuk ke komplek pemakaman, Anda akan disuguhkan oleh ruko berjejer yang menjual souvenir dan peralatan ibadah. Untuk bisa mencapai ke puncak, Anda bisa memilih 2 alternatif jalan yaitu melewati sisi timur atau sisi utara bukit.
Perjalanan menuju ke komplek makam gunung pring kemungkinan hanya menghabiskan waktu sekitar 20 menit. Walaupun hanya membutuhkan waktu yang singkat namun Anda akan menghabiskan banyak tenaga karena jalan menuju ke puncak cukup menanjak. Namun, rasa lelah akan hilang karena selama perjalanan mendaki, Anda akan dihadiahkan pemandangan sekitar yang eksotis.
Sesampainya di komplek makam gunung pring, Anda bisa melihat kota muntilan dan pemandangan persawahan hijau yang membentang luas memberikan nuansa yang asri nan sejuk. Dari puncak Gunung Pring juga Anda bisa melihat pegunungan yang sangat indah. Tidak hanya disuguhkan pemandangan yang menarik saja, Anda juga bisa melihat sebuah pondok pesantren yang sudah sangat tua yaitu Pondok Pesantren Watu Congol.
Baca sebelumnya : Menengok Budaya Masa Lalu di Candi Mendut
Anda bisa tempat ini dengan menggunakan jasa sewa mobil Jogja yang melayani perjalanan kunjungan wisata religi ke berbagai tempat wisata di Magelang, Yogyakarta, dan sekitarnya.
Demikian ulasan terkait informasi Makam Gunung Pring untuk Anda. Semoga informasi ini bisa bermanfaat dan menjadi tambahan koleksi informasi wisata Jogja, Magelang untuk Anda. Simak ulasan lainnya terkait informasi dan tips wisata Jogja di halaman kami.
Wisata Bersejarah dan Alam di Candi Canggal
Kebanyakan para wisatawan yang datang ke Magelang hanyalah akan mengunjungi Candi Borobudur dan Candi Mendut. Hal ini dikarenakan kedua candi tersebutlah yang paling populer di kalangan para wisatawan. Padahal, Magelang masih memiliki banyak candi keren lain yang sangat sayang jika terlewatkan. Salah satunya adalah candi canggal. Selain dikenal dengan nama Canggal, candi ini juga populer dengan sebutan Candi Gunungwukir. Hal ini dikarenakan candi tersebut terletak di puncak bukit Gunungwukir. Secara administratif, candi denga corak Hindu ini berada di Dusun Canggal, Kecamatan Salam, Kadiluwih. Berdasarkan penelitian, banyak arkeolog yang mengungkapkan bahwa Candi Gunungwukir ini adalah candi paling tua yang dibangun pada zaman Kerajaan Mataram Kuno, pada masa pemerintahan Raja Sanjaya di tahun 732 M.
Letaknya yang berada di atas bukit membuat candi ini memiliki pemandangan alam yang memukau. Apalagi rerimbunan vegetasi alami yang mengelilingi candi ini juga menciptakan suasana asri yang sejuk dipandang. Untuk bisa mencapai candi canggal Anda harus lebih ekstra bersabar. Karena jalan yang dilalui berupa jalan setapak yang masih tanah. Candi yang juga dikenal dengan nama Shiwalingga ini adalah candi Hindu. Hal ini ditandai dengan terdapatnya arca Nandi dan Yoni. Sekedar informasi, Arca Yoni dan sebuah lingga merupakan lambang yang hanya dimiliki oleh dewa Siwa. Tak heran jika candi ini diidentifikasi sebagai candi peninggalan masyarakat Hindu. Sayangnya, lingga tersebut sudah tidak ada lagi di candi ini. Sementara arca Nandi adalah lembu yang menjadi kendaraannya.
Dari data Balai Pelestarian Cagar Budaya atau yang disingkat BPCB, kompleks candi canggal memiliki bangunan utama dengan 4 candi. Kompleks ini memiliki ukuran seluas 50 × 50 m. Sayangnya, dari semua candi mulai dari candi induk hingga ketiga candi perwara tidak ada yang dalam kondisi utus satu candi pun. Kini, prasasti Canggal disimpan di dalam Museum Nasional Jakarta. Bahan dasar komplek candi ini adalah batu andesit.
Letak Candi Gunung Wukir / Candi Canggal pada Google Map
Prasasti canggal pertama kali ditemukan pada tahun 1879. Prasasti yang ditemukan pertama kali tertera angka berupa tahun 654 M dan 732 M. Dimana prasasti tersebut ditemukan di kompleks candi. Prasasti tersebut bertuliskan Sansekerta dengan bahasa Pallawa yang menceritakan asal muasal pembangunan candi. Tak hanya itu, tertuliskan pula cerita keberanian dan kegagahan Raja Sanjaya yang berhasil menaklukkan para musuhnya.
Untuk bisa mencapai situs bersejarah ini, Anda bisa naik angkutan umum ke Kecamatan Ngluwar kemudian turun di Kadiluwih. Selanjutnya Anda bisa berjalan kaki melewati jembatan dan perkebunan lalu mendaki bukit wukir kurang lebih 500 m. Selama perjalanan menuju candi canggal, Anda akan disuguhkan pemandangan alam yang luar biasa asri dan menyejukkan.
Makam Kajoran, Makam Bupati Pertama Klaten, Jawa Tengah
Makam Kajoran dipercaya sebagai makam dari Pangeran Kajoran, orang yang diyakini sebagai Bupati pertama di Klaten. Makam ini terletak di Desa Kajoran, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten. Banyak peziarah yang menjadikan makam Pangeran Kajoran ini menjadi salah satu tempat ziarah yang wajib mereka kunjungi. Terbukti, sekarang makam ini tak pernah sepi dari peziarah. Bahkan banyak peziarah tersebut yang berasal dari luar Kabupaten Klaten.
Menurut sejarah, Pangeran Kajoran sendiri masih merupakan keturunan dari Panembahan Agung yang memiliki silsilah dari Sunan Bayat, orang yang disegani oleh raja serta bangsawan Keraton Demak, Mataram Islam dan Kerajaan Pajang. Pangeran Kajoran yang seorang Islam kejawen tersebut, sangat terkenal dengan kemampuan ilmu kanuragannya. Beliau sangat disegani dan sering dijadikan sebagai sosok Imam oleh masyarakat. Oleh karena itu, Pangeran Kajoran juga memiliki julukan, yaitu Panembahan Rama. Beliau juga salah satu orang yang memiliki andil dalam pergerakan untuk menentang Amangkurat I. Pergerakan ini juga memicu timbulnya konflik di kalangan Dinasti Mataram pada saat itu. Pergerakan sampai terjadi akibat kebijakan yang diterapkan oleh Amangkurat I dinilai tak sejalan dengan cita-cita Sultan Agung yang menginginkan hancurnya kolonialisme di tanah Jawa. Selain itu, Sultan Agung juga ingin membangun bangsa yang berkeadilan serta berke-Tuhanan dengan menerapkan asas gotong royong.
Dikatakan oleh Nur Tjahjono, pemerhati sejarah kebudayaan Klaten, walaupun Pangeran Kajoran memiliki andil besar dalam menentang kedzaliman dan kolonialisme terutama di tanah Jawa, namun kenyataannya nama beliau masih jarang ditemukan di dokumen sejarah. Oleh karena itu, sangatlah penting menjadikan Makam Kajoran sebagai salah satu wisata religi Klaten, agar namanya terus terdengar.
Nyatanya, gagasan dari Tjahjono tersebut dirasa cukup efektif untuk memperkenalkan siapa Pangeran Kajoran dan bagaimana perjuangannya di masa lampau. Terbukti, Makam Kajoran sekarang tak pernah sepi dari peziarah. Bahkan pada saat hari-hari tertentu, seperti perayaan hari jadi Klaten, makam ini selalu dijadikan rujukan ziarah oleh petinggi Kabupaten Klaten.
Menurut cerita, konon Pangeran Kajoran adalah salah satu anggota Laskar Diponegoro. Akibat kekalahan mereka, para anggota Laskar Diponegoro melarikan diri dan berpencar ke segala arah. Dan Pangeran Kajoran sendiri memilih untuk pergi ke Desa Kajoran, Kecamatan Karanggayam, Kebumen. Beliau memilih menetap disana hingga akhir hayatnya. Makamini terletak di Utara balai desa Kajoran.
Namun, ada sebuah misteri yang sampai sekarang masih menyelimuti Makam Kajoran tersebut. Sebab, makam serupa tak hanya ada di Desa Kajoran, Klaten saja. Di daerah Kebumen juga ada makam serupa dengan nama yang sama. Jadi belum diketahui makam mana yang asli dari keduanya.
Baca juga : Wisata religi lainnya
Goa Maria, Situs Peribadatan Khatolik di Yogyakarta
Selama ini, mungkin Anda sering mendengar tentang Goa Maria di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Namun nyatanya, goa yang menjadi tempat peribadatan umat Katholik ini tak hanya ada di daerah Gunung Kidul saja. Beberapa daerah lain, seperti Kulon Progo dan Sleman ternyata juga memiliki goa serupa. Walaupun tak bisa dipungkiri jika goa yang ada di Gunung Kidul tetap menjadi sorotan, sebab potensi pariwisata yang ada di daerah tersebut memang sedang naik daun.
Goa Maria Tritis merupakan salah satu goa yang kerap dikunjungi oleh umat Khatolik untuk melakukan ibadah. Goa ini cukup populer dibanding goa serupa di daerah lain. Menurut sejarah, goa yang terletak di Gunung Kidul ini merupakan tempat bertapa dan persinggahan pangeran dari Kerajaan Mataram. Goa ini mulai dimanfaatkan sebagai tempat beribadah sejak tahun 1979. Awalnya, RomoHardjosudarmo SJ, orang yang memprakarsai tempat ini selalu membuat goa dari kertas saat menjelang natal. Namun atas dasar informasi dari muridnya, ia akhirnya menemukan sebuah goa yang ada di dekat rumah muridnya tersebut. Hingga pada akhirnya, karena keindahan goa tersebut, ia memutuskan untuk menjadikan goa tersebut sebagai tempat beribadah umat Katholik. Pada tahun 1979, ia meletakkan patung Bunda Maria di dalam goa. Dan hingga kini, goa tersebut masih dimanfaatkan sebagai tempat beribadah, bahkan ketenarannya sudah melebar hingga luar Yogyakarta.
Namun, jika Anda yang tak sempat mengunjungi Goa Tritis yang ada di Gunung Kidul tersebut, tak ada salahnya untuk mampir ke goa lain yang ada di Sleman ataupun Kulon Progo. Sebut saja Goa Lawangsih dan Sendang Jatiningsih. Dua goa ini berada di Kulon Progo dan Sleman, Yogyakarta.
Goa Maria Lawangsih berada di Dusun Patihombo, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Goa ini berada tepat di tenagh perbukitan Menoreh, yang memanjang antara Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Goa ini baru dihibahkan menjadi tempat beribadah sekitar tahun 2008 lalu. Sebelumnya, goa ini disebut goalawa, karena hanya menjadi rumah bagi kelelawar. Petani sekitar dulunya sering mencari kotoran kelelawar untuk dijadikan pupuk nantinya.
Sedangkan Goa Maria Sendang Jatiningsih merupakan tempat beribadah umat Katholik yang ada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Letaknya tak jauh dari GoaSendangsono, walaupun kedua goa inisudah berada di Kabupaten yang berbeda. Sendang Jatiningsih sendiri memiliki arti sumber air dari rahmat Tuhan yang mendatangkan kedamaian. Goa ini dibangun sebab peristiwa kristenisasi sukses dilakukan. Dulunya, masyarakat di Dusun Jitar Pingitan ini rata-rata belum memeluk agama apapun. Namun pada tahun 1950-an, masyarakat sekitar mulai tertarik untuk memeluk agama Khatolik, karena melihat anak-anak yang notabennya beragama Khatolik memiliki kesuksesan di bidang pendidikan.
Simak Juga : Wisata Religi Lainnya
Cerita di Balik Makam Bukit Tidar Magelang
Di kota Magelang, terdapat sebuah bukit yang menyimpan legenda. Cerita ini telah diturunkan secara turun temurun. Bukit Tidar, namanya. Bukit ini memiliki makam yang terletak di atasnya. Bahkan cerita tentang Makam Bukit Tidar sudah tersebar luas hingga ke luar pulau Jawa. Untuk mencapai puncak Bukit Tidar, Anda harus berjalan sekitar 30 menit. Tinggi bukit ini sekitar 503 meter dari permukaan air laut dan terletak di tengah-tengah 5 gunung api yang masih aktif. Pemandangan menuju puncak sangat indah dan masih alami. Keberadaan pohon salak dan pinus membuat suasana bukit sangatlah sejuk dan rindang.
Nama Bukit Tidar sendiri memiliki arti Mati dan Modar. Bagi Anda yang berani datang ke bukit ini maka hanya ada 2 pilihan yaitu mati atau modar. Ini dikarenakan bukit ini ada penunggunya. Ada beberapa makam yang terletak di bukit ini. Salah satu makam bukit Tidar yang terkenal yaitu Makam Syekh Subakir. Bentuk makam ini lingkaran dan dikelilingi oleh benteng yang terbuat dari batu bata.
Menurut legenda masyarakat sekitar, Syekh Subakir adalah wali Allah yang berasal dari Turki. Beliau diutus untuk menyebarkan agama Islam di Indonesia. Saat itu, kepercayaan pada makhluk gaib masih sangat kental. Konon katanya, Bukit Tidar dihuni oleh para makhluk halus yang sangat sakti mandarguna. Namun, kedatangan Syekh Subakir telah mengubah segalanya. Beliau mampu menaklukan para jin dan makhluk halus. Ia dipercayai membawa batu hitam yang diletakannya di Bukit Tidar. Batu hitam ini konon memiliki fungsi menentramkan Tanah Jawa.
Google Map Makam Syekh Subakir :
Selain makam Bukit Tidar, di dekat makam itu ada pula Makam Kyai Sepanjang. Sepintas, mungkin terdengar seperti nama seorang kyai. Namun, siapa sangka jika Kyai Sepanjang adalah nama tombak yang digunakan Syekh Subakir untuk menaklukan para penunggu Bukit Tidar. Panjang tombak ini sekitar 7 meter.
Tepat di bagian puncaknya terdapat sebuah tugu. Tugu ini berdiri kokoh di lapangan yang luas dan memiliki simbol huruf jawa yang berlambangkan So di ketiga sisinya. So mengandung makna Sopo Salah Saleh yang memiliki arti barang siapa yang memiliki salah, maka seharusnya mengakuinya. Tugu ini bukan tugu biasa karena masyarakat sekitar percaya jika tugu ini adalah Pakunya Tanah Jawa yang berfungsi untuk menjaga kedamaian Tanah Jawa.
Ada beberapa versi cerita tentang Syekh Subakir. Cerita pertama mengatakan bahwa Syekh Subakir hidup hingga meninggal di Bukit Tidar. Namun versi lainnya, Syekh Subakir meninggalkan Bukit Tidar setelah menaklukan para penunggunya untuk menyebarkan Islam ke daerah lainnya dan makam yang ada di bukit Tidar hanyalah petilasannya. Entah mana yang benar, namun kedua cerita ini sudah tersebar luas sejak dahulu kala. Cerita di balik Makam Bukit Tidar Magelang memang sudah sangat terkenal. Apakah Anda tertarik untuk datang langsung?
Baca juga : Wisata Religi lainnya
Anda bisa tempat ini dengan menggunakan jasa sewa mobil Jogja yang melayani perjalanan kunjungan wisata religi ke berbagai tempat wisata di Magelang, Yogyakarta, dan sekitarnya.
Demikian ulasan terkait informasi Makam Bukit Tidar Magelang untuk Anda. Semoga informasi ini bisa bermanfaat dan menjadi tambahan koleksi informasi wisata Jogja, Magelang untuk Anda. Simak ulasan lainnya terkait informasi dan tips wisata Jogja di halaman kami.
Candi Pawon, Satu Lagi Peninggalan dari Dinasti Syailendra di Jawa tengah
Candi Pawon merupakan salah satu candi yang ada di Jawa Tengah, tepatnya di sekitar 2 km ke arah timur laut dari Candi Borobudur dan 1 km arah tenggara dari Candi Mendut. Secara administratif, candi ini berada di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Letaknya yang berdekatan dan adanya kemiripan pahatan antara ketiga candi yang telah disebutkan tersebut mengindikasikan adanya keterkaitan sejarah antara ketiganya. Bahkan ada yang berpendapat jika candi ini merupakan bagian dari Candi Borobudur.
Menurut pakar sejarah, nama Pawon berasal dari kata pawuan yang memiliki arti sebagai tempat menyimpan awu (abu). Hal ini berhubungan dengan cerita yang dikandungnya, sebab sejarah mencatat jika Candi Pawon merupakan tempat untuk menyimpan abu jenazah dari Raja Indra yang merupakan ayah dari Raja Samaratungga. Raja-raja ini masih berasal dari dinasti yang sama, yaitu Dinasti Syailendra. Untuk memberikan penghormatan bagi Raja Indra karena sudah mencapai tataran Bodhisattiva, maka dalam candi tersebut diletakkan sebuah arca Bodhisattiva. Menurut pernyataan yang ada dalam Prasasti Karang Tengah, arca tersebut bisa bersinar. Hal ini menyebabkan munculnya dugaan jika arca tersebut terbuat dari bahan perunggu.
Candi yang memiliki tinggi sekitar 1,5 meter ini, memiliki denah dasar berbentuk persegi empat dengan tepi yang dibuat berliku membentuk 20 sudut. Dindingnya berisi banyak pahatan dengan motif yang bervariasi, seperti sulur dan juga bunga.
Candi Pawon sendiri memiliki pintu masuk di bagian barat. Saat Anda akan masuk ke dalamnya, Anda akan melewati pintu dengan hiasan Kalamakara yang tak ber-rahang bawah. Beberapa bentuk pahatan juga akan Anda temui saat melintasi tangga menuju selasar. Jika Anda sudah mencapai dalam candi, bekas terletaknya arca akan bisa Anda temui. Walaupun sekarang keadaan ruangan tersebut sudah kosong tanpa arca.
Saat berada di depan candi, Anda akan menemukan relung yang berisi pahatan tentang Kuwera di sebelah utara dan selatan dari pintu masuk. Namun sayang, pahatan yang ada di sebelah selatan cenderung sudah rusak sehingga Anda tak akan bisa melihat wujud aslinya. Akan tetapi untuk pahatan di sebelah utara pintu masuk masih terlihat utuh, hanya bagian kepala yang sedikit rusak.
Di dinding sebelah utara dan juga selatan candi memiliki relief yang cenderung sama. Relief tersebut menggambarkan sepasang burung yang memiliki kepala manusia yang sedang berdiri mengapit pohon kalpataru. Sebutan untuk sepasang burung tersebut yaitu Kinara dan Kinari. Dalam relief, ada pula pundi-pundi uang di sekitaran pohon tersebut. Sepasang manusia yang sedang terbang ada di langit, serta pahatan sepasang jendela kecil ada di bagian atas dinding.
Di bagian atap Candi Pawon, ada sebuah kubah besar yang menaungi kubah yang ada di bawahnya. Sedangkan atap candi ini berbentuk persegi yang tersusun sedemikian hingga dengan hiasan beberapa kubah kecil.
Baca Juga : Wisata Edukatif Museum Manusia Purba Sangiran
Wisata Religi Makam Kyai Maksum Tempuran, Salah Seorang Kyai Besar NU
Makam Kyai Maksum Tempuran merupakan makam salah seorang Kyai ternama di Indonesia. Beliau sering dipanggil dengan nama Mbah Maksum. Letak makam tersebut ada di Dusun Punduh Kidul, Desa Sidoagung, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Karena cukup tersohor, tak heran jika makam beliau tak pernah sepi dari peziarah. Para peziarah tersebut tak hanya berasal dari dalam kecamatan Tempuran saja, tak sedikit peziarah yang berasal dari luar Tempuran, bahkan luar Magelang. Hampir tiap tahun, di kompleks pemakaman ini juga selalu diadakan pengajian umum. Dan tentu saja, jamaah selalu ramai berdatangan untuk ikut menyaksikan pengajian, sekaligus berziarah di makam tersebut.
Mbah Maksum sendiri merupakan ayahanda dari KH Ali Maksum yang berasal dari Krapyak, Yogyakarta. Nama asli beliau adalah Muhammadun. Menurut catatan sejarah, Mbah Maksum lahir pada tahun 1868 dari pasangan H. Ahmad dan Qosimah. Menurut silsilah keluarga dari sang Ayah, Mbah Maksum tercacat masih memiliki hubungan darah dengan Sultan Minangkabau bahkan bersambung hingga Rasulullah. Semenjak kecil, Mbah Maksum sudah terbiasa menimba ilmu agama. Perjalanan keagamaannya dimulai semenjak beliau diserahkan oleh sang Ayah kepada Kyai Nawawi, Jepara.
Diketahui jika hampir seluruh hidup Mbah Maksum atau Kyai Maksum diperuntukkan untuk masyarakat luas, khususnya masyarakat kelas bawah. Tak heran jika makam Kyai Maksum Tempuran tak pernah sepi oleh peziarah. Bahkan menurut ahli sejarah, walaupun kehadirannya belum begitu dikenal di tingkat nasional, namun nyatanya saat peristiwa wafatnya Kyai Maksum tahun 1972 silam, telah berhasil mengguncang berbagai jaringan serta organisasi Islam yang ada di Indonesia.
Perjalanan Kyai Maksum atau Mbah Maksum dalam menimba ilmu keagamaan tak hanya di sekitaran Lasem saja. Beliau menjelajah hingga ke Jepara, Kudus, Kajen, Sarang Rembang, Bangkalan, Solo, Termas hingga Makkah (Kyai Mahfudz At-Turmusi). Semenjak muda, Mbah Maksum juga sudah terbiasa hidup zuhud. Berbagai pekerjaan sudah beliau lakoni, seperti berdagang baju, menjual nasi pecel bahkan lampu petromak. Namun disela-sela kesibukannya tersebut, beliau masih menyempatkan untuk mengajar umat dan selalu berkunjung ke Tebuireng untuk mengaji.
Baca juga: Wisata Religi Lainnya
Kegiatan berdagangnya tersebut terhenti saat beliau mulai mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Dalam mimpinya tersebut, Kanjeng Rasul memerintahkannya untuk berhenti dari kehidupan perdagangan dan fokus untuk menjadi pengajar umat. Semenjak kejadian tersebut, beliau memutuskan untuk istiqomah mengajar dan menetap di Lasem. Hingga akhirnya, Kyai Maksum berhasil mendirikan sebuah pondok pesantren yang diberi nama Pesantren al-Hidayat.
Sebagai salah seorang Kyai NU, Kyai Maksum juga ikut serta dalam membesarkan nama NU. Beliau bahkan sering didatangi oleh petinggi NU untuk dimintai nasihat serta doa. Bahkan, setelah wafatnya beliau pada 28 April 1972, banyak tokoh ulama, petinggi partai hingga pejabat pemerintah yang membanjiri Makam Kyai Maksum Tempuran.
Lokasi Makam Kyai Maksum Tempuran di Google Map :
Anda bisa tempat ini dengan menggunakan rental mobil Jogja yang melayani perjalanan kunjungan wisata religi ke berbagai tempat wisata di Magelang, Yogyakarta, dan sekitarnya.
Demikian ulasan terkait informasi Makam Kyai Maksum Tempuran untuk Anda. Semoga informasi ini bisa bermanfaat dan menjadi tambahan koleksi informasi wisata Jogja dan Magelang untuk Anda. Simak ulasan lainnya terkait informasi dan tips wisata Jogja di halaman kami.
Mengenal Lebih dalam Salah Satu Destinasi Wisata di Jawa tengah, Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan salah satu candi yang ada di Jawa Tengah, tepatnya ada di Jalan Badrawati, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini telah dimasukkan oleh UNESCO ke dalam salah satu situs warisan dunia semenjak tahun 1991. Selain itu, candi ini nyatanya juga telah masuk dalam kompleks candi Budha terbesar di Indonesia bahkan dunia. Tak salah jika banyak wisatawan yang memiliki ketertarikan untuk berkunjung ke candi yang begitu megah ini.
Candi Borobudur diketahui memiliki luas 123 x 123 meter persegi dengan 10 tingkat. Kompleks yang terlihat seperti susunan lego raksasa ini, tersusun dari balok-balok vulkanik yang telah membentuk 504 arca, 72 stupa dan 1 buah buah stupa induk yang ada di bagian puncaknya. Yang menjadikan bangunan ini unik yaitu, tak ada perekat dalam proses pembuatannya. Di bagian dinding, ada relief yang jumlahnya mencapai 1.460 dengan panjang masing-masing panel sekitar 2 meter. Dalam relief tersebut, diceritakan tentang tingkatan kehidupan Budha. Mulai dari yang paling bawah, hingga tingkatan paling atas. Paling bawah disebut dengan ‘Kamadathu’, yang menceritakan tentang perilaku manusia yang masih buruk. Tingkatan ini menceritakan perilaku manusia yang masih memuja dunia dan masih mengagungkan hawa nafsunya. ‘Rapadathu’ merupakan sebutan untuk relief yang ada di bagian tengah. Relief ini menceritakan tentang tingkatan manusia yang sudah terbebas dari hawa nafsu dunia. Sedangkan tingkatan teratas ada ‘Arupadhatu’, yang menceritakan tentang tingkatan teratas pencapaian manusia dimana dewa telah bersemayam.
Sebenarnya menurut para ahli sejarah, ada panel relief lain yang berada di bagian terbawah candi tersebut. Panel relief tersebut disebut dengan ‘Karmawibhangga’. Tingkatan ini merupakan tingkatan terbawah manusia. Namun sayangnya, panel relief ini telah terkubur. Terkuburnya relief ini bukan karena tanpa alasan. Setidaknya ada dua alasan kenapa relief tersebut sampai terkubur. Yang pertama karena gambar relief yang dianggap tak sopan, dan yang kedua karena upaya pengokohan candi agar bisa berdiri tegak.
Jika Anda berkesempatan untuk berkunjung ke candi yang dibangun pada Dinasti Syailendra ini, ada banyak hal yang bisa Anda peroleh dari tempat ini. Pertama Anda bisa mempelajari tentang sejarah, seni budaya hingga sastra. Selain itu, Anda juga bisa hunting foto, karena pemandangan indah serta menakjubkan selalu dihadirkan oleh Candi Borobudur.
Yang tak kalah menarik, tentu berhubungan dengan souvenir yang bisa Anda dapatkan di kompleks candi ini. Berbagai jenis souvenir hadir untuk memuaskan hasrat berbelanja Anda. Apabila Anda berkunjung disaat-saat tertentu, misalnya hari raya Waisak, maka Anda akan menemukan banyak pemeluk agama Budha yang singgah di tempat ini. Hal ini tak lain karena Candi Borobudur merupakan salah satu tempat peribadatan yang berpengaruh untuk umat Budha.
Candi Borobudur di Google Map :
Berwisata Religi Ke Masjid Agung Magelang
Mencari tempat wisata religi di Magelang? cobalah untuk berkunjung ke Masjid Agung. Masjid yang berdiri pada tahun 1650 ini menjadi saksi bisu para sunan yang menyebarkan ajaran agama islam di tanah Jawa. Pada awalnya masjid tersebut masih berupa mushala yang digunakan untuk menyiarkan agama islam kepada masyarakat setempat. Namun, pada tahun 1779 bupati ke 3 Magelang mengubah bentuk mushala menjadi Masjid Agung Magelang. Pada tahun 1935, bupati ke 5 Magelang merenovasi tampilan masjid tersebut agar lebih menarik namun masih ada tempat yang tidak diubah sama sekali yaitu tempat shalat bagi bupati pada jaman dahulu. Hingga kini tempat tersebut masih ada dan bila sedang ada bupati yang shalat di Masjid Agung tersebut maka akan ditutupi oleh kelambu.
Kini Masjid Agung Magelang tidak hanya digunakan untuk beribadah penduduk setempat saja namun juga dijadikan sebagai tempat wisata religi. Setiap harinya Masjid Agung tidak pernah sepi oleh para pengunjung dari berbagai penjuru tanah air. Entah hanya sekedar mengetahui sejarah dan bangunannya atau shalat di masjid tersebut. Bahkan selama 24 jam, masjid yang telah diresmikan pada tanggal 14 November 2006 oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini tidak pernah sepi jamaahnya. Setiap harinya banyak ratusan lansia yang tinggal di Masjid Agung hanya demi bisa shalat selama 40 hari.
Melihat banyaknya pengunjung maka masyarakat sekitar berinisiatif untuk membuatkan asrama berlantai 2 yang berada disamping halaman masjid. Adanya fasilitas tersebut bertujuan untuk menampung para jamaah masjid yang tidak tertampung di rumah warga setempat. Jadi para jamaah yang berencana menetap di Masjid Agung selama beberapa hari tidak perlu khawatir lagi soal penginapan karena sudah disiapkan oleh masyarakat setempat. Ibadah mereka pun bisa lebih khusyuk.
Selain fasilitas asrama, masih banyak fasilitas dan keistimewaan yang bisa Anda nikmati ketika berkunjung ke Masjid Agung Magelang diantaranya adalah pada bagian sayap kiri masjid terdapat ruang perkantoran dan perpustakaan, di bagian sayap kanan masjid terdapat ruang audtiorium dengan kapasitas hingga 2.000 orang yang biasa dimanfaatkan untuk acara pertemuan, pernikahan dan pameran. Menjelalah ke dalam masjid, Anda akan melihat sebuah Al-quran raksasa yang berukuran 145×95 cm. Ada juga beduk raksasa yang dibuat dari kulit lembu Australia dengan ukuran 310×220 cm.
Tidak hanya itu saja, di Masjid Agung Magelang anak-anak juga bisa menikmati beragam wahana permainan anak-anak dan juga Anda bisa menaiki kereta kelinci untuk berkeliling kawasan wisata Masjid Agung tersebut. Untuk masuk ke kawasan masjid tersebut tidak dipungut biaya namun jika Anda ingin menggunakan obyek wisata yang ada di kawasan masjid maka akan dikenakan tarif yang telah ditentukan.
Lokasi Google Map Masjid Agung Magelang :