Monumen Pers, Wisata Pendidikan dengan Koleksi-Koleksi Bersejarah
Jurnalisme dan pers tidak pernah lepas dari keberadaan suatu bangsa. Sejak era masa kolonial hingga sekarang, pers berperan aktif untuk menyebarkan gagasan, berita, dan meneguhkan semangan nasional. Jika ingin mengenal lebih jauh dengan bidang ini, Anda dapat berkunjung ke wisata pendidikan monumen pers. Pemerintah kota Surakarta melihat potensi yang dimiliki museum dan monumen inti untuk lebih dari tujuan wisata. Sebuah konsep wisata baru bertema pendidikan diluncurkan dengan harapan menjadi pusat destinasi bagi mereka yang tertarik di dunia pers dan jurnalisme.
Secara resmi, museum ini didirikan pada tahun 1978, namun keberadaannya sudah ada sejak era Belanda. Sebuah pusat kegiatan pers dibangun atas perintah Mangkunegara VII pada tahun 1918 yang menjadi tempat terselenggaranya pertemuan wartawan Indonesia untuk pertama kali. Bangunan ini dahulu disebut Societeit Sasana Soeka. Sebagai tambahan informasi, museum pers dahulu masih menjadi bagian dari dari pura Mangkunegara, tetapi kini dikelola secara terpisah. Museum dan monumen pers tidak hanya penting dalam sejarah pers Indonesia, tetapi juga kemunculan radio nasional yang dioperasikan oleh bangsa pribumi. Sebagaimana yang telah diketahui, Belanda menganggap pers sebagai bahaya laten yang memunculkan gejolak. Hal ini terbukti ketika banyak koran-koran dan surat kabar menjadi sumber informasi penting untuk menyebar berita proklamasi kemerdekaan Indonesia. Museum dan monumen pers secara resmi dibuka oleh presiden kedua republik Indonesia Soeharto.
Pengelola wisata pendidikan monumen pers adalah swadaya antara kementerian komunikasi dan informasi serta pemerintah kota Surakarta. Koleksi yang berjumlah jutaan macam dengan beragam bentuk menjadi daya tarik utama. Untuk mengunjungi, Anda harus datang ke alamat jalan Gajah Mada 59 Surakarta.
Apa yang ada di wisata pendidikan monumen pers? Jika ingin melihat koran-koran yang terbit di masa lalu, Anda harus berkunjung ke tempat ini. Era digital mengubah cara masyarakat mengonsumsi pers. Anda kini tidak perlu bersusah payah mengantri untuk membeli surat kabar karena telah tersedia di genggaman tangan secara gratis. Berbeda pada masa lampau, dimana pers dan jurnalistik adalah barang langka yang kini memiliki nilai sejarah. Hal-hal yang dapat diketahui dari koleksi museum ini adalah liputan terkait teknologi, kemerdekaan, dan penerbangan. Selain itu, Anda juga dapat melihat peralatan komunikasi seperti pemancar radio, telepon, kentongan, dan mesin ketik. Selain itu, Ada ruangan multimedia yang disediakan khusus untuk kebutuhan pengunjung.
Tokoh-tokoh jurnalistik juga mendapat perhatian khusus. Anda dapat melihat pahatan kepala beberapa tokoh penting seperti Djamaluddin Adinegoro, Ernest Douwes Dekker, dan Sam Ratulangi. Anda mengenal Douwes Deker dengan indische Partij. Terdapat pula diorama yang menampilkan peristiwa penting terkait pers dan jurnalisme. Sebagai bagian dari wisata pendidikan monumen pers, beberapa wartawan menyumbangkan artefak dan koleksi penting untuk ditampilkan bagi khalayak umum.
Baca juga : Wisata Budaya